18 April 2025

Radar Brita

Seputar Warta

KemenP2MI Ciptakan Pelayanan Satu Pintu untuk Lindungi Pekerja Migran Indonesia

KemenP2MI rancang pelayanan satu pintu

Radar Brita – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengungkapkan bahwa kementeriannya tengah mempersiapkan sebuah solusi baru untuk menanggulangi masalah pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja secara non-prosedural. Dalam sambutannya pada dialog publik yang diselenggarakan di Kantor KemenP2MI Jakarta pada Selasa, Menteri Karding menyatakan bahwa pelayanan satu pintu akan menjadi kebijakan utama yang diterapkan untuk menekan jumlah pekerja migran yang berangkat tanpa prosedur yang jelas.

Karding menegaskan bahwa salah satu langkah penting yang harus diambil adalah memastikan bahwa setiap PMI yang ingin bekerja di luar negeri harus melalui satu saluran resmi yang dapat memantau dan mengawasi perjalanan mereka. “Mari kita buat regulasinya ke depan, bahwa orang yang mau keluar itu atas nama apapun, asal dia dapat upah dan bekerja di luar negeri, harus satu pintu,” ujar Karding. Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mengurangi angka pekerja migran yang berangkat tanpa tercatat, yang kerap kali rentan terhadap eksploitasi dan berbagai risiko lainnya.

Menurut data dari Kementerian P2MI, sekitar 80 persen dari pekerja migran yang menjadi korban eksploitasi berasal dari mereka yang berangkat secara non-prosedural. Hal ini mengakibatkan pemerintah kesulitan untuk mengetahui lokasi, jenis pekerjaan, durasi kontrak, serta status perlindungan pekerja migran tersebut. Oleh karena itu, dengan penerapan sistem satu pintu, seluruh PMI yang ingin bekerja di luar negeri akan terdaftar dalam database pemerintah. Dengan demikian, setiap pekerja akan dapat dipantau, mulai dari negara tempat bekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan, hingga status perlindungannya.

Menteri Karding menambahkan bahwa kebijakan ini akan berlaku untuk semua pekerja migran, termasuk mereka yang berstatus pekerja magang atau musiman. Dengan sistem yang terintegrasi dan terdokumentasi, pemerintah dapat memastikan bahwa seluruh PMI mendapat perlindungan yang lebih baik dan lebih jelas. “Jadi siapapun yang mau bekerja di luar negeri, itu harus terdaftar supaya masuk di data kami. Kalau dia masuk, maka kita bisa memantau pekerjaannya apa, bekerja di mana, siapa yang mengirim, lalu jabatan pekerjaannya apa, terlindungi atau tidak di sana,” terang Karding.

Selain itu, Menteri Karding juga mengungkapkan pentingnya penguatan sistem pelatihan vokasi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk mendukung program pelindungan pekerja migran. Kementerian P2MI mencatat bahwa kebutuhan tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri mencapai sekitar 1 juta orang, namun saat ini Indonesia hanya mampu memenuhi 267 ribu tenaga kerja. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara jumlah permintaan dan kemampuan Indonesia dalam menyediakan pekerja yang terlatih dengan baik.

Karding menekankan bahwa untuk meningkatkan kualitas dan jumlah pekerja migran yang terlatih, ekosistem perekrutan, pelatihan, pengiriman, dan penempatan perlu disusun secara sistematis dan terencana. Pemerintah juga berupaya memperbaiki sistem perekrutan, pelatihan, dan pelayanan, serta memperkuat keberadaan perwakilan Indonesia di luar negeri untuk mendukung pekerja migran. “Kalau itu terproyeksi dengan baik, kita siapkan lembaga pelatihannya dengan baik, kita siapkan pelayanannya dengan baik, kita ubah mode perekrutan dengan baik, kita siapkan perwakilan kita di luar negeri, agar jangan semua bebannya di Kementerian Luar Negeri,” lanjutnya.

Sejak 2007 hingga November 2024, Kementerian P2MI mencatat bahwa lebih dari 5 juta pekerja migran Indonesia telah ditempatkan di berbagai negara. Negara tujuan utama pekerja migran Indonesia adalah Malaysia, dengan jumlah pekerja mencapai lebih dari 1,4 juta orang. Taiwan dan Hong Kong juga menjadi tujuan utama, dengan masing-masing negara menampung lebih dari 1 juta pekerja migran Indonesia. Negara-negara lainnya yang juga menjadi tempat penempatan pekerja migran Indonesia termasuk Arab Saudi, Singapura, Korea Selatan, dan Oman.

Dengan adanya kebijakan pelayanan satu pintu ini, diharapkan para pekerja migran Indonesia dapat bekerja dengan lebih aman dan terlindungi, serta lebih mudah untuk dipantau oleh pemerintah. Langkah ini juga diharapkan dapat mendorong pengurangan praktik perekrutan non-prosedural yang rentan dengan eksploitasi dan penyalahgunaan.