Radar Brita – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan ini berkaitan dengan kasus yang melibatkan Harun Masiku, mantan caleg PDIP, yang diduga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017–2022. Suap tersebut terkait mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI.
KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, serta Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur hukuman bagi pemberi suap, dengan ancaman pidana penjara hingga lima tahun serta denda maksimal Rp250 juta. Hasto diduga berperan memberikan hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan demi meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI melalui jalur PAW.
Kasus ini pertama kali mencuat pada Januari 2020, saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan. Dalam kasus tersebut, Wahyu terbukti menerima suap sebesar Rp600 juta dari Harun Masiku. Uang tersebut diberikan untuk memuluskan upaya Harun menjadi anggota DPR dari Fraksi PDIP. Meskipun Wahyu berhasil ditangkap dan telah menjalani hukuman penjara selama tujuh tahun, Harun Masiku hingga kini masih buron. Sejak ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Januari 2020, keberadaan Harun belum berhasil ditemukan oleh KPK.
Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka memunculkan berbagai reaksi, termasuk dari PDIP. Juru Bicara PDIP, Chico Hakim, menyebut bahwa penetapan ini merupakan upaya politisasi hukum yang bertujuan melemahkan partai. Menurut Chico, tekanan seperti ini adalah cara untuk menggoyahkan PDIP yang selama ini dianggap konsisten melawan berbagai tantangan politik. Chico menegaskan bahwa ancaman seperti ini tidak akan membuat partai surut dalam memperjuangkan demokrasi di Indonesia.
Meski demikian, Chico mengaku bahwa hingga saat ini PDIP belum menerima informasi resmi terkait status tersangka Hasto Kristiyanto. Menurutnya, berita yang beredar belum memiliki dasar yang jelas. Namun, ia menilai bahwa isu ini justru akan menjadi energi baru bagi PDIP untuk terus memperjuangkan cita-cita besar dalam menjaga demokrasi di tanah air. Ia juga mengingatkan bahwa kasus ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas, terutama terkait dinamika politik yang semakin intens menjelang tahun politik.
Sementara itu, KPK terus berupaya menelusuri keberadaan Harun Masiku. Surat DPO yang diperbarui pada Desember 2024 memuat empat foto terbaru Harun, mulai dari foto formal hingga gaya kasual dengan tangan metal. Pembaruan ini diharapkan dapat membantu proses pelacakan. Namun, setelah hampir lima tahun sejak kasus ini mencuat, keberadaan Harun Masiku tetap menjadi misteri. Kegagalan KPK dalam menangkap Harun menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penegakan hukum di Indonesia.
Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka menambah babak baru dalam kasus Harun Masiku yang telah lama menggantung. Bagi PDIP, tekanan semacam ini diakui sebagai ujian yang harus dihadapi dengan semangat juang. Partai ini menyatakan tidak akan menyerah terhadap berbagai upaya yang dianggap sebagai bentuk gangguan politik. Meski demikian, kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya integritas dan transparansi dalam sistem politik Indonesia. Di tengah berbagai tantangan, perjuangan demokrasi di negeri ini masih terus membutuhkan perhatian dan komitmen semua pihak.
More Stories
Akselerasi Produksi Jagung Nasional: Kolaborasi Kementan dan Polri untuk Swasembada Pangan
Pemulangan Narapidana Bali Nine ke Australia: Rehabilitasi Sesuai Prosedur
BNPB Gunakan Drone untuk Pantau Banjir di Kabupaten Kampar, Riau