18 Januari 2025

Radar Brita

Seputar Warta

Krisis Bantuan di Gaza: Kelaparan dan Musim Dingin Memperburuk Situasi

Krisis Bantuan di Gaza: Kelaparan dan Musim Dingin Memperburuk Situasi

https://www.merdeka.com

Radar Brita –  Oxfam, sebuah badan amal dari Inggris, melaporkan bahwa selama hampir tiga bulan terakhir, mereka hanya mampu mendistribusikan 12 truk bantuan makanan dan air kepada warga Palestina di Gaza utara. Situasi ini mencerminkan betapa sulitnya akses kemanusiaan di wilayah tersebut, terutama sejak 6 Oktober 2024, ketika militer Israel mulai memperketat kontrol terhadap distribusi bantuan.

Meskipun tercatat 34 truk bantuan berhasil masuk ke Gaza utara, hanya sebagian kecil, yakni 12 truk, yang benar-benar dapat disalurkan kepada warga yang membutuhkan. Hambatan ini disebabkan oleh penundaan yang disengaja serta penghalangan sistematis yang dilakukan oleh otoritas Israel. Situasi ini semakin memperburuk kondisi para pengungsi yang sudah berada dalam tekanan berat akibat konflik berkepanjangan.

Pada bulan November, Oxfam sempat berhasil mendistribusikan bantuan berupa ransum siap saji, tepung terigu, dan air ke sebuah sekolah di Beit Hanoun, yakni Mahdia al-Shawa. Sekolah ini telah berfungsi sebagai tempat pengungsian bagi warga yang kehilangan rumah mereka. Namun, momen itu berujung tragis ketika militer Israel menembaki sekolah tersebut beberapa jam setelah bantuan tiba. Para pengungsi diperintahkan untuk meninggalkan lokasi, dan keesokan harinya, gedung sekolah dibakar hingga rata dengan tanah.

Situasi yang dihadapi warga Palestina di Gaza semakin suram dengan datangnya musim dingin. Menurut laporan Oxfam, akses kemanusiaan berada pada titik terendah sepanjang masa. Lebih dari 1,6 juta orang saat ini hidup di kamp-kamp pengungsian, termasuk lebih dari 500.000 yang tinggal di daerah rawan banjir. Musim dingin hanya menambah penderitaan mereka, terutama karena minimnya akses terhadap makanan dan air bersih.

Sally Abi-Khalil, direktur Oxfam untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, menggambarkan kondisi di Gaza sebagai “apokaliptik”. Krisis kelaparan diperburuk oleh cuaca dingin yang ekstrem. Di kamp pengungsian Al-Maghazi, seorang pria yang dievakuasi mengungkapkan betapa parahnya situasi. Ia menceritakan bahwa orang dewasa harus meminta anak-anak untuk tidak banyak bergerak agar tidak semakin lemas karena kelaparan. Dengan hanya sebungkus biskuit yang tersedia untuk 15 cucunya, penderitaan warga Gaza menjadi nyata dan menyayat hati.

Sejak awal Desember, Oxfam menerima banyak laporan dari orang-orang yang terjebak di tempat penampungan tanpa akses makanan dan air sama sekali. Telepon dari mereka yang putus asa memperlihatkan betapa mendesaknya bantuan kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa. Namun, hambatan dari otoritas Israel terus menjadi penghalang utama bagi penyaluran bantuan yang sangat dibutuhkan tersebut.

Situasi di Gaza menggarisbawahi krisis kemanusiaan yang semakin dalam, dengan warga sipil menjadi korban utama. Kehadiran lembaga amal seperti Oxfam sangat penting, namun tanpa akses yang lebih terbuka, usaha mereka menjadi sangat terbatas. Dalam kondisi seperti ini, dukungan internasional dan tekanan terhadap pihak-pihak yang menghambat bantuan kemanusiaan menjadi langkah mendesak untuk menyelamatkan jutaan nyawa di Gaza.